CST (Clarifier Settling Tank)

Settling tank adalah suatu tangki yang digunakan untuk pengendapan minyak.

Digester And Press

Station Digesting and Press (Pengadukan dan Pengempaan) adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah (fruit) dengan jalan melumat dan mengempa.

Stasion Thresher

Thresher berfungsi untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara membanting tandan buah segar (TBS) ke dalam drum thresher.

Stasion Sterilizier

Strelizier merupakan salah satu alat pengolahan buah kelapa sawit yang memanfaatkan tekanan steam (uap panas) dari ex turbin untuk merebus tandan buah segar dalam suatu bejana bertekanan.

Stasion Loading Ramp

Loading Ramp merupakan rangkaian proses awal dari pengolahan kelapa sawit sebelum memasuki proses selanjutnya. Fungsi dari Loading Ramp adalah sebagai tempat penampungan semenatra Tandan Buah Segar sebelum dimasukkan ke dalam lori buah (Fruit Cages).

What Is Grading (Sortasion)

Grading adalah suatu kegiatan penyortiran tandan buah segar sebagai salah satu kendali mutu CPO yang akan dihasilkan baik dari segi kuantitas dan kualitas.

Its All About Palm Oil

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) merupakan hasil perkebunan yang menjadi primadona dan penyumbang keuntungan yang lumayan besar bagi perkembangan perekonomian indonesia.

Jumat, 15 November 2013

News : Gita Wirjawan: Lawan Kampanye Hitam soal CPO

NUSA DUA, KOMPAS.com - Pemerintah sudah memita seluruh pengusaha kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, untuk terus melawan kampanye hitam (black campaign) mengenai produk sawit Indonesia.

"Saya sudah menyerukan pengusaha untuk counter campaign dari apa yang dilakukan sejumlah LSM Eropa dan Amerika seperti Greenpeace, terhadap hal itu. Bentuk konkretnya, meyakinkan dunia usaha negara lain, bahwa emisi karbon yang dihasilkan CPO sangat aman untuk lingkungan," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, saat meluncurkan mobil ramah lingkungan di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10/2013).
Selain itu, Indonesia juga bakal mengurangi ekspor CPO ke sejumlah negara Eropa dan mengalihkan ekspor ke negara-negara Asia. "Kami akan mengalihkan ekspor ke Pakistan dan India," ujarnya.
Menurut Gita, Indonesia sudah melakukan Preferential Trade Aggrement (PTA), alias perjanjian kerja sama perdagangan tertentu dengan kedua negara tersebut.
Eropa memasukkan CPO ke dalam daftar produk yang tidak sesuai dengan standar energi terbarukan. Sebagian negara Eropa juga mengenakan tarif tambahan, karena menganggap CPO seperti alkohol yang memiliki dampak pada kesehatan. 

News : CPO Masih Bisa Jadi Komoditas Ekspor Unggulan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelapa sawit dan produk turunannya minyak kelapa sawit (crude palm oil) masih memiliki harapan menjadi komoditas ekspor unggulan, meski tak masuk dalam daftar Environmental Goods list (EG List) dalam forum kerjasama Asia Pasifik Oktober lalu. 

Direktur Pemasaran Internasional Kementerian Pertanian Mesah Tarigan mengatakan, pada 2014 Indonesia akan memberlakukan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang bersifat mandatori bagi produsen CPO.

"Paling tidak kita punya standar. Jadi, kalau ada yang menuduh produk CPO tidak berwawasan lingkungan kita punya hitung-hitungannya," ujar Mesah ditemui usai diskusi publik bertajuk Menyoal Kebijakan Perdagangan Internasional dan Pertanian, di Jakarta, Kamis (14/11/2013). 

Sebagaimana diketahui CPO menjadi komoditas unggulan subsektor perkebunan, di samping karet, coklat, dan kopi. Tiga pasar CPO terbesar yakni India, China, dan Uni Eropa dengan Belanda sebagai konsumen terbesar di UE. 

Sepanjang 2012, produksi CPO Indonesia mencapai lebih dari 25 juta ton, dan diprediksi mengalami peningkatan 4 juta ton tahun ini. 

Menurut catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dalam periode Januari-Agustus 2013 tercatat ekspor CPO sebanyak 13,69 juta ton, atau mengalami kenaikan 18,6 persen dibanding periode sama 2012 yang sebesar 11,54 juta ton. 

Sayangnya, lika-liku CPO sebagai salah satu tulang punggung ekspor Indonesia bukan tanpa hambatan. Uni Eropa yang memiliki banyak produsen grapeseed, dan bunga matahari terus berupaya membatasi perdagangan CPO Indonesia. 

Setelah tuduhan dumping tak terbukti, UE menuduh CPO merupakan produk yang tak ramah lingkungan. Namun, lanjut Mesah, tuduhan itu pun tak terbukti lantaran angka kepatuhan terhadap keramahan lingkungan sudah lebih tinggi dari yang dituduhkan EPA (Environment Protection Agency). 

"Sekarang mereka kalah. Tapi yakin mereka enggak akan berhenti. Ke depan ini dia akan cari lagi macam-macam. Sekarang isu yang kuat ini tentang human right," imbuh Mesah. 

"Tadinya orang utan, sekarang human right. Kita dituduh mempekerjakan anak kecil. Padahal kita tidak mempekerjakan. Memang adatnya setelah anak itu pulang sekolah mereka ikut bapaknya ke kebun. Ini bukan child abuse namanya," pungkasnya. 

Sebelumnya, dalam diskusi tentang kesepakatan APEC, di Lembaga Ketahanan Nasional, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyoroti gagalnya CPO dan karet masuk dalam daftar produk ramah lingkungan. 

Menurutnya, kegagalan CPO masuk dalam EG List ditengarai lantaran Indonesia gagal memberikan argumentasi yang berdasarkan ilmu pengetahuan. Di samping juga diakui Hatta, ada kepentingan proteksi yang dilakukan negara lain terhadap produk saingan CPO. 

"Saya berikan contoh mengapa begitu ngototnya negara maju tidak memasukkan CPO dalam EG List. Dari sekian produk yang dikatakan ramah lingkungan, sesungguhnya juga terdapat protection terhadap produk tertentu," kata Hatta.

Sumber : Kompas.com (14 November 2013)

News : September, Ekspor CPO Menggeliat

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) mulai menggeliat setelah mengalami penurunan harga selama tiga bulan terakhir. Gairah pasar CPO global terjadi karena naiknya peningkatan permintaan CPO dan turunannya di bulan September 2013.

Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam laporannya hari ini, Senin (14/1/2013) menyebutkan, ekspor CPO dan turunnanya naik menjadi 1,64 juta di September dari 1,48 juta ton bulan di Agustus. Kenaikan jumlah ekspor itu mencapai 160.810 ton atau naik 10,85 persen.

Dibanding dengan bulan yang sama tahun lalu, volume ekspor CPO juga naik dari 1,38 juta ton September 2012 menjadi 1,64 juta ton di September 2013 atau naik 261.690 ton atau menguat 18,94 persen.

Sumber kenaikan harga CPO terjadi karena keterlambatan panen kedelai di Amerika Serikat (AS) karena hujan yang terus mengguyur Midwest AS. Kemudian, panen bunga matahari juga terlambat karena cuaca yang basah di Rusia dan Ukraina, yang menyebabkan ekspor minyak nabati negara-negara itu berkurang cukup drastis.

Turunnya produksi minyak nabati dunia itulah yang menaikkan permintaan CPO dari Indonesia. Pada September lalu, ekspor CPO Indonesia ke AS tercatat naik 38.760 ton atau naik 210 persen dibandingkan dengan bulan Agustus, dari 18.410 ton menjadi 57.170 ton.

Sementara itu, India tercatat sebagai pengimpor CPO dan tertinggi dari Indonesia, meskipun nilai mata uang India terhadap dollar belum menunjukkan penguatan yang berarti. India harus menambah stok minyak nabati di menjelang hari raya Idul Adha yang biasanya konsumsi pangannya juga meningkat.

Ekspor CPO ke India bulan September naik menjadi 431.240 ton atau naik 81.540 ton (23,3 ton) dibandingkan ekspor bukan Agustus. Sementara itu permintaan dari China juga tercatat meningkat menjadi 182.740 ton atau naik 12.440 ton (7,3 persen) dibandingkan bulan lalu.

Bertolak belakang dengan negara Uni Eropa, volume ekspor CPO dan turunannya ke negara Uni Eropa turun 359.230 ton di bulan Agustus menjadi 260.740 ton di September atau turun sebesar 98.490 ton (27,4 persen).

Pemberlakuan Anti Dumping Duties pada impor biodiesel yang berasal dari CPO dan minyak kedelai diperkirakan berpengaruh negatif terhadap impor bahan baku biodiesel dari Indonesia dan Argentina yang cukup signifikan.

Disamping itu panen raya rapeseed dan biji bunga matahari walaupun sempat terlambat di negara Uni Eropa juga menyebabkan stok bahan baku biodiesel dan minyak nabati naik. Sentimen positif ini juga diperkirakan sebagai penyebab lain mengapa permintaan untuk biodiesel dan bahan bakunya di Eropa turun. (Asnil Bambani Amri, Uji Agung Santosa)

Sumber : Kompas.com (14 Oktober 2013)

News : CPO Gagal, Indonesia Gulirkan Prakarsa Baru

NUSA DUA, KOMPAS.com - Indonesia menggulirkan prakarsa baru guna mempromosikan sejumlah produk unggulan dalam kerangka Kerja Sama Ekonomi Asia Pasific (APEC) 2013 di Bali.
Direktur Jenderal Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo, menjelaskan sebelumnya Indonesia tidak berhasil memasukkan CPO ke dalam Environmental Goods (EG) List.
"Tetapi kemudian muncul sebuah inisiatif baru yang memperluas upaya pembangunan berkelanjutan sekaligus berupaya mendorong pengentasan kemiskinan di pedesaan," kata dia di Nusa Dua, Bali, Minggu (6/10/2013).
Dia mengatakan, jika selama ini pembahasan hanya seputar masuk atau tidaknya CPO ke dalam EG List, maka dengan prakarsa ini komitmen yang dihasilkan akan lebih berkelanjutan.
Indonesia juga berhasil menggandeng China dan Papua Nugini yang telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung prakarasa tersebut sekaligus memulai analisis dalam menjabarkan parameter yang diusulkan. Dua negara lagi, yaitu Peru dan Malaysia, telah menyampaikan keinginannya untuk bergabung dengan Indonesia, China dan PNG.
Iman mengatakan bahwa inisiatif baru tersebut telah tertuang dalam Kesepakatan Bersama Tingkat Menteri APEC yang diharapkan akan disepakati di pertemuan para Pemimpin APEC.
Namun, Iman mengatakan bahwa tidak serta merta komoditas unggulan yang diusung Indonesia dimasukkan dalam EG List. "Kesepakatan tentang EG List di Vladivostok untuk saat ini akan berjalan bersamaan dengan prakarsa baru ini dan diharapkan berada dalam kerangka waktu yang sama yaitu pada tahun 2015 mendatang," katanya.
Iman menegaskan prakasa baru tersebut memiliki makna yang lebih luas dari APEC EG List yang hanya meliputi dimensi perdagangan dan liberasisasi karena berkaitan dengan pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.
APEC EG List merupakan kesepakatan untuk memasukkan 52 komoditas barang yang dianggap memenuhi syarat ramah lingkungan sehingga akan diturunkan bea tarif bea masuknya hingga maksimal 5-10 persen.
Prakarsa baru yang akan tertuang dalam Deklarasi Pemimpin APEC 2013 itu diharapkan dapat menimgkatkan kesadaran rakyat di pedesaan untuk menjaga dan memanfaatkan potensi pertanian, perkebunan dan kehutannya secara lestari.

News : Patokan Harga CPO Dunia Harus Rupiah dan Bukan Ringgit

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia harus mampu menekan Uni Eropa dan Amerika Serikat soal patokan harga minyak sawit mentah (CPO). Selama ini patokan harga CPO justru memakai ringgit Malaysia dan bukan rupiah.

Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Golkar Siswono Yudhohusodo mengatakan, pemerintah Indonesia bisa menyuarakan pendapat tersebut dalam perhelatan KTT APEC Oktober mendatang. 

"Selama ini Indonesia menjadi negara terbesar dalam produksi kelapa sawit sejak lima tahun terakhir. Namun patokan harga CPO dunia malah memakai ringgit Malaysia, bukan rupiah," kata Siswono dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (26/9/2013).

Ia menilai karena KTT APEC akan berlangsung di Indonesia, maka bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk menekan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sebab, pemerintah Indonesia telah berhasil memasukkan isu mengenai produk kelapa sawit yang selama ini dinilai sebagai produk yang tidak ramah lingkungan.

Sebagai negara terbesar produsen CPO, Indonesia mampu memproduksi CPO di tahun ini sebesar 25 juta ton. Sementara Malaysia hanya 18,9 juta ton. “Sebagai pemain terbesar, Indonesia harusnya lebih dominan dalam komoditas ini. Konsumsi minyak kelapa sawit di dunia sendiri meningkat sebanyak 7 persen setiap tahunnya. Harusnya Indonesia lebih agresif,” tuturnya. 

Harga minyak kelapa sawit dunia kini sudah melebihi dua kali lipat biaya produksinya dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini yang tidak terjadi dengan komoditas lainnya di Asia selama beberapa dekade. 

Saat ini, komoditas nabati dunia didominasi oleh tiga jenis komoditas, yakni sawit, canola, dan soybean (Kacang Kedelai). Pasar sawit mayoritas terdapat di Asia, komoditas Canola mayoritas terdapat di Eropa, dan mayoritas komoditas soybean terdapat di Amerika. 

Menurut Siswono, saat ini komoditas sawit lebih kompetitif dan efisien, jika dibandingkan dengan komoditas canola dan soybean. Karena itu, Siswono menduga karena alasan itulah Amerika dan Eropa menekan pasar sawit di Asia. “Ketakutan itulah yang membuat Amerika dan Eropa menahan komoditas sawit,” ujar Siswono.

Bagi Indonesia, ekspor CPO menjadi pendorong utama kinerja ekspor non-migas pada Mei 2013. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Mei 2013 ekspor lemak dan minyak hewan/nabati Indonesia naik 311,9 juta dollar AS, dari 1.400,4 juta dollar AS pada April 2013 menjadi 1.712,3 juta dollar AS. 

“Sebagai tuan rumah APEC seharusnya Indonesia bisa lebih tegas. Tidak perlu malu-malu menjadi pemimpin di bidang yang didominasi oleh Indonesia. Apalagi CPO adalah penyumbang devisa ekspor,” tegasnya.

Sumber : Kompas.com 26 September 2013

News : Produksi CPO Bakal Tembus 28 Juta Ton

JAKARTA, KOMPAS.com — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyesikan produksi CPO tahun ini bakal mencapai 28 juta ton. Jumlah itu naik 7,5 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2012. Peningkatan dipengaruhi oleh tambahan produksi dari pohon yang ditanam pada 2008.
Sekretaris Jenderal Gapki Joko Supriyono mengatakan, tanaman sawit akan optimal setelah berusia empat  tahun. Pada tahun pertama, produktivitas tanaman sawit 7 ton tandan buah segar (TBS) per hektar. Pada tahun kedua, produktivitas naik menjadi 12 ton TBS per hektar. Tahun ketiga, produktivitas naik menjadi 18 ton TBS per hektar. Pada tahun ke empat, produktivitas bisa mencapai lebih dari 20 ton hingga 25 ton TBS per hektar.
Pertumbuhan produksi CPO tahun ini masih lebih rendah dibandingkan 2012. Tahun lalu pertumbuhan produksinya mencapai 12,76 persen. Meski pertumbuhannya mengecil, produksi tahun ini masih mengungguli Malaysia. Produksi CPO negara jiran tersebut diperkirakan hanya mencapai 18,9 juta ton, naik tipis 0,53 persen dibandingkan 2012 yang sebesar 18,8 juta ton.

News : Indonesia Targetkan Ekspor CPO Naik Dua Kali Lipat

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menargetkan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) bisa meningkat dua kali lipat di tahun 2014.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, cara yang ditempuh yaitu melalui Caranya, dengan meningkatkan kerja sama dengan negara Pakistan atau negara-negara di sekitarnya.
Optimisme tersebut akan bisa diraih dengan menjalin kesepakatan perdagangan atau yang disebut Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Pakistan. Melalui perjanjian kerjasama ini, diharapkan ekspor khususnya komoditas minyak kelapa sawit mentah (CPO) bisa tumbuh tinggi.
"Perjanjian itu akan ditandatangani pekan ini. Sehingga Indonesia bisa ekspor ke Pakistan atau ke negara-negara sekitarnya melalui Pakistan. Harapannya, jumlah ekspor tersebut bisa tumbuh double dari sekarang," kata Bayu saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Dalam catatan Kementerian Perdagangan, ekspor CPO beserta turunnya dari Indonesia ke Pakistan pada tahun 2012 mencapai 714 juta dollar AS. Dengan kesepakatan perjanjian ini, ekspor CPO di tahun 2013 tersebut akan bertambah 200-300 juta dollar AS lagi.
"Sehingga di tahun depan, kami harapkan ekspor CPO ke sana bisa mencapai 1,5 miliar dollar AS," tambahnya. 
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, menuturkan jika PTA terlaksana maka ekspor CPO Indonesia ke Pakistan diharapkan meningkat dari 400 ribu ton pada 2012, menjadi 2 juta ton per tahun.